Jakarta, dengan segala hiruk-pikuk yang terjadi di dalamnya, menjadi magnet yang kuat terhadap gelombang migrasi warga daerah dari seluruh Indonesia. Citra manis ibu kota yang digambarkan dalam sinetron-sinetron di televisi swasta juga turut menjadi umpan. Bahkan, berita-berita di televisi dan media cetak nasional pun sebagian besar mewartakan tentang apa yang ada dan terjadi di kota metropolitan. Hal itulah yang menyebabkan kota ini, meski tanpa dipromosikan pun, akan tetap menyedot perhatian bagai madu di tengah kerumunan lebah.
Sebagai kota metropolitan terbesar kedua di dunia, Jakarta
memilki potensi wisata yang besar pula. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui
program “Enjoy Jakarta”, mengklaim bahwa kota ini akan menjadi garis terdepan
pariwisata Asia dalam beberapa dekade ke depan, seperti yang tertulis di situs
resmi dinas pariwisata Pemprov DKI. Kota yang dihuni oleh lebih dari 10 juta
penduduk (tahun 2011) serta memiliki luas wilayah 661,52 km2 ini masih mengandalkan wisata sejarah dan
belanja sebagai daya tarik utamanya. Selain itu, wisata kuliner dan taman
bermain juga cukup menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun,
masih ada potensi lebih besar lagi yang bila dikembangkan bisa menjadi target
pasar utama wisata di Jakarta, yakni olahraga.
Olahraga yang di berbagai belahan dunia telah dikemas menjadi
bisnis menggiurkan adalah hal yang layak untuk diperhitungkan sebagai andalan
wisata kota. Jakarta telah sukses
menggelar ajang olahraga skala internasional. Beberapa di antaranya adalah
Asian Games 1962, AFC Asian Cup 2007, dan banyak turnamen bulu tangkis
bergengsi tingkat dunia, serta kerap kali menjadi tuan rumah Asean Games.
Khusus untuk sepak bola, sebagai olahraga paling populer di
planet bumi, buah manis hasil suksesnya penyelenggaraan AFC Asian Cup 2007 masih
terasa hingga kini. Sejak saat itu, animo masyarakat untuk mendukung tim
nasional Indonesia terus meningkat. Secara tidak langsung, rasa cinta terhadap
tanah air turut terdongkrak.
Bicara sepak bola, bicara Jakarta, tentu tidak lepas dari
sebuah klub yang memilki basis pendukung terbesar di ibu kota, Persija. Klub
yang berdiri sejak 28 November 1928 dengan nama awal Voetbalbond Indonesische
Jacatra itu adalah satu-satunya klub dari Jakarta yang kini berlaga di
kompetisi sepak bola Indonesia kasta tertinggi. Persija yang sejak tahun 1999
berseragam oranye (sebelumnya berwarna merah) adalah salah satu hal yang tak
bisa dilepaskan dari Jakarta yang seharusnya bisa menjadi salah satu daya tarik
serta penyokong wisata kota metropolitan ini.
Kondisi Saat Ini
Kini, kondisinya tidak sesuai harapan. Persija bukan lagi
sesuatu yang dibanggakan oleh sebagian besar warganya. Meski selalu berada di
papan atas klasemen pada hampir setiap musim kompetisi, tidak serta-merta
membuat seluruh warga kota mencintai tim ini.
Manajemen Persija saat ini kerap dibuat pusing oleh perilaku
oknum suporternya sendiri. Faktanya, setiap Persija berlaga di Jakarta selalu
saja ada ulah yang dilakukan oknum-oknum tersebut. Tindakan tidak tertib di
jalan raya dan merasa paling jagoan adalah contoh paling nyata. Padahal, duduk
di atap bus saat menuju ke stadion tidak hanya membahayakan diri mereka
sendiri, tetapi juga pengguna jalan yang lain. Hal itulah yang menyebabkan
tercorengnya citra Jakmania (sebutan untuk pendukung Persija) dan Persija.
Antipati warga Jakarta secara umum terhadap Persija tak bisa dihindarkan.
Sejalan dengan hal tersebut, pihak aparat menjadi enggan
memberikan izin bagi Persija untuk menghelat laga kandangnya di Jakarta.
Sebenarnya, perihal sulitnya Persija mendapat izin untuk bermain di kandang
sudah kerap terjadi sejak Bapak Sutiyoso tidak lagi menjabat sebagai gubernur.
Akibatnya, manajemen klub harus mengeluarkan dana lebih untuk menjalani laga
kandang usiran di luar kota. Prestasi klub pun mandek dan tak kunjung mengulang
kesuksesan pada tahun 2001. Dua belas tahun tanpa gelar liga bukanlah masa yang
sebentar bagi klub sekelas Persija.
Kondisi seperti itu tak boleh berlarut
terlalu lama. Tim berjuluk Macan Kemayoran tersebut harus bangkit dan mendapat
simpati dari warga kotanya sendiri. Persija harus berada di tempat seharusnya
ia berada, di hati masyarakat Jakarta. Persija adalah simbol kota Jakarta,
seperti lambang Jaya Raya dengan Tugu Monasnya yang tergambar rapi di dada
setiap pemain Persija.
Persija beserta Jakmania harus “ramah
lingkungan”, agar bisa dikemas sebagai produk unggulan kota Jakarta. Tidak
hanya menarik minat dari warganya sendiri, tetapi juga menjadi salah satu
tujuan wisatawan mancanegara bila berkunjung ke Jakarta suatu saat nanti. Hal
itu sejalan dengan keinginan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang
berupaya untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Menparekraf, Mari Elka Pangestu mengatakan, dikutip dari TribunNews, terdapat 16 destinasi dan 7
minat khusus yang menjadi prioritas kementerian. Salah satu minat khusus
tersebut adalah wisata olahraga. Wisata
olahraga merupakan kombinasi antara penyelenggaraan suatu ajang olahraga yang
dilangsungkan di tempat tujuan wisata.
Laga Persija Jakarta di kandang
sangat potensial untuk dijadikan wisata olahraga. Butuh komitmen kuat dan kerja
sama dari semua pihak terkait untuk merealisasikannya. Langkah paling krusial
harus dimulai dari akar rumput suporter Persija itu sendiri. Jakmania wajib
memberikan atraksi-atraksi dukungan secara lebih kreatif, tidak melalui
kekerasan yang menjurus ke tindak kriminal. Santun di jalan serta tidak lagi
meneror tim lawan secara fisik adalah hal yang harus diutamakan.
Yang saat ini terjadi adalah, selalu saja ada
oknum suporter yang melampiaskan kemenangan tim dengan berjoged ria sembari
bernyanyi-nyanyi di samping bus Metromini yang menjadi tumpangan mereka.
Menjadi masalah ketika bus tersebut diparkir di jalan raya sehingga memperparah
kemacetan. Jika hal ini tak segera diinsafi, citra buruk akan terus menempel di
wajah Persija.
Andai saja suporter Persija
tidak lagi arogan ketika di jalan, serta memberikan rasa nyaman bagi siapa pun
yang datang ke Senayan, mungkin kepolisian tak akan segan lagi memberi izin
pertandingan. Dengan begitu, Persija bisa memaksimalkan partai kandang dan
meraih kemenangan demi kemenangan. Lalu, Persija kembali menjadi tim kuat yang
disegani. Ada hubungan sebab-akibat di situ.
Stadion Baru
Tentu kita semua ingat janji Jokowi
saat kampanye dulu: Stadion baru untuk Persija. Kabarnya, saat ini sedang
proses pembangunannya di wilayah Jakarta Utara. Semoga cepat terealisasi dan
tak ada kasus apa pun seperti yang sering terdengar akhir-akhir ini, olahraga
dijadikan lahan korupsi. Stadion baru sudah sangat mendesak bagi tim ibu kota.
Gelora Bung Karno harus murni jadi kandang tim nasional yang layak dijaga
keangkerannya. Selain itu, stadion baru juga harus berkonsep Persija, dengan
dominasi warna oranye misalnya. Penyediaan ruang untuk menyimpan koleksi piala
Persija sekaligus sebagai museum juga amat diperlukan. Nantinya, mungkin akan
ada paket tur Persija dengan keliling stadion baru serta melihat-lihat isi
museum dan kamar ganti pemain, seperti yang sudah sukses dijalankan klub-klub
mapan Eropa.
Sebelumnya, Persija juga harus
dipromosikan dulu di Jakarta. Saya memimpikan ada baliho-baliho raksasa yang
berisi para pemain Persija dan terdapat tulisan persuasif: “Ayo Dukung Tim
Kebanggaan Kota Jakarta! Saksikan Langsung di Stadion Baru Kita!” Dengan
begitu, sponsor pun tak akan ragu mendonorkan dananya untuk Macan Kemayoran.
Perusahaan mana yang tidak mau produknya terpampang di seragam tim yang fotonya
ada di jalan-jalan Jakarta?
Rivalitas dengan tim tetangga
sebelah juga harus dimanfaatkan benar-benar untuk menarik pundi-pundi
pemasukan. Partai klasik Persija lawan tetangga adalah partai yang menyedot
banyak atensi, tak hanya dari pendukung kedua belah pihak, tetapi juga
masyarakat sepak bola Indonesia secara banglas.
Sejalan dengan hal-hal positif
di atas, penjualan seragam dan pernak-pernik berbau Persija pasti akan melesat
pesat. Kesadaran suporter untuk membeli seragam dan pernak-pernik resmi akan
sangat dibutuhkan. Klub untung besar dan sponsor pun senang. Simbiosis
mutualisme yang amat membahagiakan.
Memang, hal-hal di atas tertulis
agak berlebihan. Namun, memimpikan hal yang baik bukanlah suatu kesalahan.
Dengan kerja yang keras, kita pasti bisa membuat mimpi itu jadi kenyataan. Saya
berharap suatu saat laga-laga akbar Persija tercantum dalam kalender wisata
kota Jakarta. Persija harus menjadi ikon kota Jakarta. Nikmati Jakarta, nikmati
Persija! (nsj)
Kunjungan perdana jak,mantaBP artikelnya,sukses slalu :))
BalasHapus