Jakarta yang Kucinta

Orang bilang Jakarta macet, orang bilang Jakarta kotor, orang bilang Jakarta sumpek, dan sebagainya citra buruk tentang Jakarta yang diutarakan oleh sebagian besar orang yang tinggal atau pernah tinggal atau cuma mampir di Jakarta. Memang semua itu benar dan nyata. Jakarta memang kota yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian besar orang yang tinggal atau pernah tinggal atau cuma mampir di Jakarta. Inilah Jakarta, selamat datang di Jakarta.

Jakarta, kota dengan luas 661,52 km2 dan jumlah penduduk lebih dari 9,041 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 13.667,01 jiwa per km2 adalah ibukota dari negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia dan memiliki luas 1.919.440 km2 serta
ditaburi oleh lebih dari 17.500 pulau. Negara itu bernama Indonesia. Jakarta adalah kota paling majemuk di Indonesia. Kota yang memberi tempat pada ribuan manusia berbeda untuk tinggal di dalamnya, tua-muda, kaya-miskin, Islam-Kristen-Hindu-Budha, hitam-putih, Aceh-Batak-Minang-Melayu-Jawa-Sunda-Betawi-Dayak-Bugis-Bali-Ambon-Timor-Papua-dll, orang baik-orang jahat, dan sebagainya ada di Jakarta.

Jakarta adalah tempat dimana saya dibuat oleh orang tua saya serta dilahirkan oleh ibu saya. Kota yang memberi saya banyak pelajaran, entah dari keluarga, guru, teman, atau siapa pun. Di kota ini saya sekolah mulai dari SD hingga SMA dan tempat pertama saya kuliah juga di sini bahkan namanya pun ada embel-embel Jakarta yaitu Universitas Negeri Jakarta. Satu-satunya universitas negeri yang berpusat Jakarta.

Saat saya lulus SMA dan berencana melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi, saya tidak pusing untuk memilih universitas mana yang akan saya masuki karena pilihan saya hanya pada universitas negeri yang ada di Jakarta atau sekitarnya. Mengapa saya berpikir demikian? Saya berpikir demikian karena dari dalam lubuk hati saya yang paling dalam saya tidak bisa meninggalkan kota ini, saya tak bisa jauh-jauh terlalu lama dengan kota yang sudah sangat saya cintai. Saya tidak pernah berpikir untuk kuliah di luar kota. Bagaimana jika nanti saya merindukan kemacetan Jakarta? bagaimana jika nanti saya ingin merasakan atmosfer Gelora Bung Karno yang tak ada tandingannya di kota manapun di Indonesia? Bagaimana pula jika nanti saya rindu masakan orangtua saya dan nasi uduk buatan tetangga-tetangga saya? Itulah beberapa alasan mengapa saya urung kuliah di luar Jakarta.

Di Jakarta ada Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) yang selalu membuat saya merinding jika sedang menyanyikan lagu Indonesia Raya di dalamnya. Tempat yang tak pernah bosan untuk saya kunjungi. Mendukung timnas Indonesia bertempur di atas rumput hijau atau menyaksikan Persija berlaga. SUGBK ibarat kuilnya sepak bola Indonesia, setiap negara yang bertanding melawan Indonesia disana pasti merasakan tekanan yang luar biasa dari atas tribun yang terisi puluhan ribu manusia dengan tujuan yang sama, mendukung Garuda sembari meneror tim lawan tanpa ampun. Di stadion ini saya pernah merasa bangga luar biasa menjadi warga negara Indonesia yaitu saat menyaksikan salah satu partai Piala Asia 2007 antara Indonesia vs Korea Selatan dan Piala AFF 2010 antara Indonesia vs Thailand. Di tempat ini pula saya pernah merasa hancur berkeping-keping hingga tak mampu menahan tetesan air mata saat saya menjadi saksi hidup kekalahan ( skor malam itu Indonesia menang 2-1, namun secara agregat Indonesia kalah 2-4 ) yang sangat menyakitkan di Final Piala AFF 2010 antara Indonesia vs Malaysia. Mungkin malam itu adalah malam terpahit yang pernah saya rasakan di SUGBK.

Di Jakarta juga ada Stadion Lebak Bulus, stadion sepak bola ini memiliki arti sejarah yang sangat penting bagi diri saya. Di stadion ini saya pertama kali merasakan nikmatnya menonton pertandingan sepak bola profesional secara langsung. Di stadion ini saya mulai mencintai Persija yang sampai tulisan ini dibuat cinta saya terhadap tim ibukota belum dan tak akan pernah luntur. Meskipun kapasitas stadion ini jauh lebih sedikit dibanding SUGBK, namun atmosfer yang disajikan di stadion ini lebih dahsyat dari atmosfer di SUGBK. Bayangkan, jarak penonton ke garis paling pinggir lapangan hanya 1 meter! Sama persis dengan kebanyakan stadion di Inggris. Teror-teror dari Jakmania (pendukung Persija) terdengar jelas bagi tim lawan yang bertanding melawan Persija di Lebak Bulus. Namun sangat disayangkan jika sekarang Persija tak lagi bermarkas disana karena Stadion Lebak Bulus tak mampu lagi menampung sekian ribu Jakmania yang makin hari makin bertambah banyak jumlahnya.

Bukan hanya karena soal bola saya cinta Jakarta, saya mencintai Jakarta dan isi-isinya. Di kota ini saya menemukan cinta, entah itu cinta terhadap Tuhan, keluarga, negara, atau cinta antara kaum adam dan kaum hawa. Banyak orang-orang yang lahir dan besar di kota ini yang punya tempat tersendiri di hati saya. Teman-teman saya yang begitu berharga ada disini. Wanita-wanita spesial dalam hati saya juga ada disini. Dan banyak lagi manusia-manusia spesial yang akan selalu ada dalam memori otak dan hati saya.

Cinta saya terhadap Jakarta mengalahkan segala kesan buruk terhadap kota ini. Yang pertama dan paling utama adalah kemacetan. Satu kata yang selalu terucap bila membicarakan kota Jakarta. Jakarta identik dengan macet. Sistem transportasi yang buruk dan angkutan umum yang tidak nyaman membuat warga kota lebih memilih kendaraan pribadi sebagai alat transportasi sehingga jumlah kendaraan yang ada di jalan sangat banyak ditambah dengan banyaknya jalan yang rusak dan berdampak pada tidak tertibnya pengguna jalan, komplet! Saya sebagai warga Jakarta tentu akrab dengan kemacetan, memang baru semenjak saya masuk kuliah saya merasakan betapa menyiksanya jalanan ibukota. Saya harus kuat mental bila menghadapi jalanan Jakarta, seringkali saya kesal atau bahkan marah di jalan. Namun, secara perlahan saya mulai terbiasa dan mencoba untuk menikmatinya. Sekarang saya malah menyukainya! Ternyata rasa cinta terhadap kota kelahiran mengalahkan hal-hal buruk tentangnya.

Bagi saya Jakarta itu istimewa, buktinya tanpa undangan pun, ramai-ramai warga dari seluruh Indonesia datang ke Jakarta untuk menumpang hidup dan cari rezeki tak peduli mereka punya modal atau memang modalnya hanya nekat belaka. Jakarta adalah kota yang ramah. Mengutip dari artikel teman saya, Jakarta punya patung “Selamat Datang” tetapi tak ada patung “Selamat Jalan”. Artinya Jakarta selalu dengan senang hati menerima tamu-tamu dari luar tanpa pernah mengusirnya meskipun para tamu itu mengganggu dan membuat kerusakan.

Jakarta oh Jakarta, seindah apa pun pemandangan kota di luar sana, saya tetap mencintaimu dan berusaha sekuat tenaga saya untuk menjaga kebersihan, kenyamanan, keindahan, dan harga diri kota ini. Saya akan selalu suka Tugu Monumen Nasional yang jika kita melihat ke utara ada Pantai Ancol serta Kepulauan Seribu, ke selatan ada Kebun Binatang Ragunan, ke timur ada Taman Mini Indonesia Indah, dan ke barat ada Museum Sejarah Jakarta.


Jakarta, 23 April 2011
NUGROHO SEJATI

Komentar